Jumat, 11 Desember 2009

Ayo Pukul, Ayah!

(Sebuah pengalaman hidup)

Ayah adalah penggemar baseball yang fanatik. Saya tumbuh di New York City, karena itu bisa melihat team-team yang hebat berlaga di Polo Grounds, Ebbets Field dan Yankee Stadium.

Pada hari Sabtu, saya dan ayah sering menjadi sporter untuk mendukung team favorit kami di stadion itu. Lama-lama saya juga menyukai permainan baseball. Tetapi karena saya seorang anak perempuan - saya lebih banyak sebagai penonton daripada pemain; seperti lazimnya yang terjadi masa itu.

Tiap ada kesempatan, ayah selalu mengajak saya ke taman dimana ada team anak-anak yang bermain baseball, dan ayah melemparkan bola untuk saya pukul. Kami bermain bersama berjam-jam, dan baseball menjadi bagian terbesar dari hidup saya.

Suatu hari saat sedang bermain baseball di taman, saya melihat seorang wanita mendorong anak laki-lakinya di atas kursi roda, berhenti untuk melihat permainan kami. Ayah menghentikan permainan dan bertanya kepada anak itu apakah mau ikut bermain. Ibunya menjelaskan bahwa yang di kursi roda itu adalah anaknya dan menderita polio; sehingga tidak bisa beranjak dari kursi roda. Tetapi penjelasan itu tidak menghentikan niat ayah. Ayah memberikan pemukul di tangan kecil anak itu, dan mendorong kursi roda di base pemukul serta membantunya menggenggam tongkat pemukul. Kemudian ayah berteriak pada saya, "Anne, lemparkanbola pada kami."

Saya sempat gugup karena kuatir jika bola yang saya lempar mengenai anak itu. Tetapi saat melihat mata anak laki-laki itu berbinar-binar, saya meyakinkan diri untuk melemparkanbola padanya. Saat bola sampai, tongkat pemukul yang digenggam oleh anak laki-laki dan ayah menghantam dengan tepat, dan anak itu berteriak kegirangan.Bola terbang melintas di atas kepala saya dan jatuh di di seberang lapangan. Saya berlari untuk memungut bola, dan saat berbalik, saya mendengar ayah menyanyikan lagu 'Bawa Aku Ke Pertandingan Baseball ' sambil mendorong kursi roda itu melewati semua base di sekeliling lapangan. Ibunya bertepuk tangan dengan riuh dan anak itu minta untuk bisa tetap ikut meneruskan permainan.

Satu jam kemudian kami meninggalkan lapangan, sangat lelah tapi bahagia. Dengan air mata membanjir di pipinya, ibu anak laki-laki itu mengucapkan banyak terima kasih kepada ayah karena sudah memberikan kebahagiaan yang tak ternilai bagi anaknya yang menderitapolio. Ayah tersenyum dan berkata bahwa dia juga ikut merasakan kebahagiaan itu, dan memintanya untuk bisa kembali lagi dan bermain baseball bersama kami.

Pada hari Sabtu berikutnya, saya dan ayah menunggu, tetapi anak laki-laki dengan kursi rodanya tidak muncul. Saya merasa sedih dan menduga-duga apa yang terjadi sehingga mereka tidak datang. Saya dan ayah bermainbaseball sampai siang, tetapi mereka tetap tidak datang.

Dua puluh tahun telah berlalu dan ayah yang saya cintai meninggal dengan tenang di usia lima puluh sembilan tahun. Dengan kepergian ayah, segala sesuatunya berubah dan dan keluargakami memutuskan untuk pindah ke Long Island. Perasaan saya campur aduk, karena harus meninggalkan lingkungan dan tetangga yang sudah sangat akrab sejak saya kecil.

Terakhir kali, saya memutuskan untuk pergi ke taman dimana saya dan ayah telah mengukir banyak kenangan indah di sana. Saya berhenti di lapanganbaseball. Di sana saya dan ayah biasa bermain pada hari Sabtu. Saat itu saya melihat dua group anak-anak sedang bermain baseball.

Saya duduk untuk melihat sejenak. Saya merasa air mata menetes ketika melihat anak-anak itu larut dalam permainan yang sangat saya sukai. Saya sangat rindu pada ayah.

"Jeff, jaga base-mu," seorang pelatih berseru. Saya menyoraki seorang pemain yang berlari kencang setelah berhasil memukul bola hingga keluar lapangan. Pelatih itu berbalik dan tersenyum. Dia berkata, "Anak-anak sangat senang jika bisa berlari home run, bu."

Dia meneruskan, "Saya tidak pernah membayangkan bisa menjadi pelatih di lapangan ini. Saat masih kecil saya menderita polio dan harus duduk di kursi roda. Suatu hari ibu mendorong kursi saya ke lapangan ini dan saat itu ada seorang laki-laki dan anak perempuannya sedang bermain. Saat melihatkami , mereka menghentikan permainannya dan bertanya pada ibu saya apakah saya bisa ikut bergabung dalam team itu. Dia membantu saya memegangi tongkat pemukul dan anak perempuannya melemparkanbola pada saya. "

"Saat itu saya berhasil memukul bola dengan kencang karena dibantu oleh laki-laki itu. Selanjutnya dia berlari mendorong kursi saya melewati semua base di sekeliling lapangan sambil bernyanyi, 'Bawa Aku Ke PertandinganBaseball .' Itu adalah hari yang paling membahagiakan saya, lebih dari pada tahun-tahun yang sudah saya lalui. Saya percaya bahwa pengalaman itu
memberi dorongan semangat yang luar biasa supaya bisa berjalan."

"Kami pindah ke New Jersey hari berikutnya. Itulah sebabnya pada itu ibu membawa saya ke taman untuk mengucapkan perpisahan dengan teman-teman saya. Saya tidak pernah melupakan laki-laki berserta anak perempuannya itu. Saya bermimpi bisa berlari melintasi base di sekeliling lapangan dengan kedua kaki saya sendiri. Dengan mimpi itu, melalui kerja keras tiap hari, akhirnya bisa terwujud."

"Saya kembali lagi ke sini tahun lalu, dan mulai saat itu menjadi pelatih team anak-anak di sini. Saya berharap suatu hari dengan berdiri tegak, bisa bertemu dengan laki-laki dan anak perempuannya lagi. Siapa tahu, saya bisa menemukannya sedang berada di lapangan sedang melemparkanbola pada cucunya - setelah tahun-tahun datang dan pergi. Saat itu saya akan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga padanya."

Air mata mengalir di pipi saat mengetahui bahwa ayah menerima ucapan terima kasih dari seorang anak yang ditemuinya dua puluh tahun lalu. Saya merasa seolah-olah masih mendengar seruannya "Pukul dengan keras!", sambil berdiri tepat di samping saya, tidak peduli apakah hidupnya sudah direnggut dari sisi saya dan keluarganya.

Suatu contoh kebaikan hati yang sederhana di musim semi itu telah mengubah hidup saya selamanya. Setelah dua puluh tahun berlalu, kenangan indah itu ternyata berbuah dengan mengagumkan. "Ayo pukul, ayah!" kata saya saat meninggalkan lapangan itu. "Saya tahu, ayah masih memainkan pertandingan yang kita sukai bersama -baseball!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar